Minggu, 22 Januari 2012

Mimpi Piala Dunia



Oleh : Abdurrahman*

Menonton pertandingan antara Indonesia dan Qatar (12/10/2011) ada sebuah harapan dari seluruh bangsa Indonesia, mudah-mudahan Timnas Garuda akan memenangkan pertandingan dan lolos ke Piala Dunia 2014 di Brazil. Kemenangan akan punya makna lain bagi Timnas dan seluruh bangsa, harapan untuk lolos ke Piala Dunia masih terbuka. Walaupun dua pertandingan sebelumnya, ia kalah dari Bahrain dan Iran yang beda kelas dan kualitas.
Harapan akan sebuah kemenangan dari Timnas Indonesia sangat ditunggu-tunggu oleh jutaan mata yang menontonnya. Kemenangan akan membawa rasa Nasionalisme yang besar bagi rakyat Indonesia. Hal ini nampak  jelas  dari membeludaknya penonton di stadion Bung Karno waktu pegelaran piala Asean Football Federation (AFF) 2010 kemarin. Sampai-sampai ada yang mengadakan nonton bareng di café, hotel, hingga ke tempat yang sempit pun, rumah. Kaos dan berbagai atribut merah putih (timnas) banyak diburu oleh para seporter.
Walaupun di ujung pertandingan, putaran final, team Garuda kalah dari negeri tetangga Malaysia. Hal itu tidak mengurangi  rasa bangga rakyat untuk mendukung team Garuda yang sedang berlaga setelah piala AFF usai.
Dari sepak bola banyak hal yang dapat diambil pelajaran bagi bangsa ini. Pertama, rasa patriotisme, nilai kepahlawanan, semangat untuk pantang menyerah dan berkorban dalam setuasi apapun. Ketertinggalan atau kakalahan bukan membuat kita sebagai bangsa menyerah begitu saja tanpa adanya perlawanan yang berarti. Kejarlah ketertinggalan dengan perjuangan dan pengorbanan terus menerus—tanpa lelah-- sampai bisa menyamakan skor dan memenangkannya pertandingan (baca : Sepak bola). Urusan kalah belakangan, yang penting sudah berusaha sekuat tenaga.
Kedua, nasionalisme, rasa bangga akan indentitas sebagai bangsa yang tersimbolisasikan melalui kaos dan atribut merah putih, dan petikan lagu kebangsaan Indonesia raya di setiap pertandingan. Di tengah persoalan bangsa yang begitu akud, korupsi terjadi di segala lini, kekerasan atas nama golongan (ras, suku, agama dan etnis), sepak bola mempu me-lupa-kan sejenak persolan itu, seolah-olah tidak ada persoalan di republic Indonesia. Yang ada adalah teriakan seporter yang selalu mendukung, “garuda di dadaku, garuda kebanggaanku, ku yakin hari ini pasti menang” (lagu Netral)
Ketiga, persatuan, keinginan dan kehendak untuk bersatu mendukung team Garuda yang sedang berlaga. Perkelahian antar seporter di masing-masing klub yang selama ini menjadi berita biasa dalam persepak bolaan Indonesia, melebur dan sama-sama bersatu mendukungnya. Potret persatuan dari sepok bola mampu menghilangkan fanatisme, chauvanisme antar seporter dan bahwa team garuda bukan milik satu golongan melainkan milik seluruh bangsa Indonesia. Hal ini nampak jelas dari adigium pilar kebangsaan yaitu, Bhineka Tunggal ika, berbeda-beda namun tetap satu. Perbedaan bukan untuk diperdebatkan atau dipertengtangkan, namun perbedaan merupakan jalan untuk bersatu dan menemukan tujuan bersama, yaitu timnas Indonesia.
Keempat, disiplin yang kuat bagi para pemain baik dalam latihan maupun pertandingan. Kedisiplinan dalam team akan menjadi kekuatan secara individu dan kolektif. Tidak adanya  kedisiplinan yang kuat akan membuat team tidak terorganisir dengan baik yang menyebakan kekalahan. Kedisiplinan sama halnya dengan keteraturan atau mengikuti aturan yang ada. Aturan harus ditegakkan.
Namun kekalahan demi kekalahan dialami team Garuda. Dan terakhir kalah dari timnas Qatar di stadion Bung Karno dengan skor tipis. Harapan akan bisa tampil di Piala Dunia 2014 telah pupus, walaupun masih ada kemungkinan untuk bisa lolos sangat berat atau bahkan tidak ada sama sekali. Mimpi tampil di Piala Dunia hanyalah halusinasi, kekalahan dari Qatar mengakhiri segalanya.
Kita sebagai bangsa Indonesia harus berbenah diri untuk bisa tampil di Piala Dunia. Berbenah dari hilir dan hulu. Dari bibit muda sebagai pemain masa depan dan kompetisi liga Indonesia sebagai ukuran pembinaan.
Belajar dari sejarah akan sepak bola, bahwa team Garuda dijuluki macan Asia dengan menahan imbang Uni Sovyet saat itu. Pemain muda U-13 juga ikut mengharumkan nama bangsa dengan mendapatkan pemain terbaik dan top score dunia. Secara kualitas dan kualitas sebenarnya sama dengan pusat persepak bolaan di Eropa, namun yang membedakan adalah kompetisi dikelola secara professional dari tingkatan anak-anak sampai dewasa. Sehingga penyaluran bakat tersalurkan dengan baik.
Setelah kita mau belajar dan berbenah, mimpi ke piala Dunia akan terrealisasikan menjadi kenyataan. Benahi kompetisi Indonesia, taklukan Asia Tenggara, kuasai Asia, baru team garuda boleh bermimpi akan Piala Dunia. Bukankah begitu?

* Alumni Pondok Pesantren Wali Songo, Kwanyar Bangkalan dan Koordinator Mata Baca
**Asli : Jl. KH. Ma’ruf No. 89 Kwanyar Bangkalan Madura.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar