Oleh : Abdurrahman*
Menonton
pertandingan antara Indonesia dan Qatar (12/10/2011) ada sebuah harapan dari
seluruh bangsa Indonesia, mudah-mudahan Timnas Garuda akan memenangkan
pertandingan dan lolos ke Piala Dunia 2014 di Brazil. Kemenangan akan punya
makna lain bagi Timnas dan seluruh bangsa, harapan untuk lolos ke Piala Dunia
masih terbuka. Walaupun dua pertandingan sebelumnya, ia kalah dari Bahrain dan
Iran yang beda kelas dan kualitas.
Harapan
akan sebuah kemenangan dari Timnas Indonesia sangat ditunggu-tunggu oleh jutaan
mata yang menontonnya. Kemenangan akan membawa rasa Nasionalisme yang besar
bagi rakyat Indonesia. Hal ini nampak
jelas dari membeludaknya penonton
di stadion Bung Karno waktu pegelaran piala Asean Football Federation (AFF)
2010 kemarin. Sampai-sampai ada yang mengadakan nonton bareng di café, hotel,
hingga ke tempat yang sempit pun, rumah. Kaos dan berbagai atribut merah putih
(timnas) banyak diburu oleh para seporter.
Walaupun
di ujung pertandingan, putaran final, team Garuda kalah dari negeri tetangga
Malaysia. Hal itu tidak mengurangi rasa
bangga rakyat untuk mendukung team Garuda yang sedang berlaga setelah piala AFF
usai.
Dari
sepak bola banyak hal yang dapat diambil pelajaran bagi bangsa ini. Pertama,
rasa patriotisme, nilai kepahlawanan, semangat untuk pantang menyerah dan
berkorban dalam setuasi apapun. Ketertinggalan atau kakalahan bukan membuat
kita sebagai bangsa menyerah begitu saja tanpa adanya perlawanan yang berarti.
Kejarlah ketertinggalan dengan perjuangan dan pengorbanan terus menerus—tanpa
lelah-- sampai bisa menyamakan skor dan memenangkannya pertandingan (baca :
Sepak bola). Urusan kalah belakangan, yang penting sudah berusaha sekuat tenaga.
Kedua,
nasionalisme, rasa bangga akan indentitas sebagai bangsa yang tersimbolisasikan
melalui kaos dan atribut merah putih, dan petikan lagu kebangsaan Indonesia
raya di setiap pertandingan. Di tengah persoalan bangsa yang begitu akud,
korupsi terjadi di segala lini, kekerasan atas nama golongan (ras, suku, agama
dan etnis), sepak bola mempu me-lupa-kan sejenak persolan itu, seolah-olah
tidak ada persoalan di republic Indonesia. Yang ada adalah teriakan seporter
yang selalu mendukung, “garuda di dadaku, garuda kebanggaanku, ku yakin hari
ini pasti menang” (lagu Netral)
Ketiga,
persatuan, keinginan dan kehendak untuk bersatu mendukung team Garuda yang
sedang berlaga. Perkelahian antar seporter di masing-masing klub yang selama
ini menjadi berita biasa dalam persepak bolaan Indonesia, melebur dan sama-sama
bersatu mendukungnya. Potret persatuan dari sepok bola mampu menghilangkan
fanatisme, chauvanisme antar seporter dan bahwa team garuda bukan milik satu
golongan melainkan milik seluruh bangsa Indonesia. Hal ini nampak jelas dari
adigium pilar kebangsaan yaitu, Bhineka Tunggal ika, berbeda-beda namun tetap
satu. Perbedaan bukan untuk diperdebatkan atau dipertengtangkan, namun
perbedaan merupakan jalan untuk bersatu dan menemukan tujuan bersama, yaitu
timnas Indonesia.
Keempat,
disiplin yang kuat bagi para pemain baik dalam latihan maupun pertandingan.
Kedisiplinan dalam team akan menjadi kekuatan secara individu dan kolektif. Tidak
adanya kedisiplinan yang kuat akan
membuat team tidak terorganisir dengan baik yang menyebakan kekalahan. Kedisiplinan
sama halnya dengan keteraturan atau mengikuti aturan yang ada. Aturan harus
ditegakkan.
Namun
kekalahan demi kekalahan dialami team Garuda. Dan terakhir kalah dari timnas
Qatar di stadion Bung Karno dengan skor tipis. Harapan akan bisa tampil di Piala
Dunia 2014 telah pupus, walaupun masih ada kemungkinan untuk bisa lolos sangat
berat atau bahkan tidak ada sama sekali. Mimpi tampil di Piala Dunia hanyalah
halusinasi, kekalahan dari Qatar mengakhiri segalanya.
Kita
sebagai bangsa Indonesia harus berbenah diri untuk bisa tampil di Piala Dunia.
Berbenah dari hilir dan hulu. Dari bibit muda sebagai pemain masa depan dan
kompetisi liga Indonesia sebagai ukuran pembinaan.
Belajar
dari sejarah akan sepak bola, bahwa team Garuda dijuluki macan Asia dengan
menahan imbang Uni Sovyet saat itu. Pemain muda U-13 juga ikut mengharumkan
nama bangsa dengan mendapatkan pemain terbaik dan top score dunia. Secara
kualitas dan kualitas sebenarnya sama dengan pusat persepak bolaan di Eropa,
namun yang membedakan adalah kompetisi dikelola secara professional dari
tingkatan anak-anak sampai dewasa. Sehingga penyaluran bakat tersalurkan dengan
baik.
Setelah
kita mau belajar dan berbenah, mimpi ke piala Dunia akan terrealisasikan
menjadi kenyataan. Benahi kompetisi Indonesia, taklukan Asia Tenggara, kuasai
Asia, baru team garuda boleh bermimpi akan Piala Dunia. Bukankah begitu?
*
Alumni Pondok Pesantren Wali Songo, Kwanyar Bangkalan dan Koordinator Mata Baca
**Asli
: Jl. KH. Ma’ruf No. 89 Kwanyar Bangkalan Madura.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar