Berangkat dari Catatan ini, aku
menuliskan kegelisan dan pengalamanku selama ini untuk di bagikan ke sesama
warga Matabaca yang aku hormati. Karena dengan berbagi, maka kita bisa
menikmati, merasakan dan memikirkannya secara bersama-sama. Juga yang tidak kalah
pentingnya adalah apa yang dinikmati, dirasakan dan dipikirakan kita
perjuangkan dalam kehdiupan yang nyata untuk menemukan dalam “sinetron”
Matabaca kita.
Banyak hal yang belum cukup jelas di
dalamnya. Maka tidak ada salahnya kalau kita mereview perjalan sejarah serta
lika-liku dan pergulatan membangun sebuah komunitas atau organisasi. Apa yang
menjadi kendala, tantangan dan keberhasilan selama ini? Dan apa saja yang harus
kita lakukan dan persiapakan kedepan melihat tantangan zaman semakin mempenjara
semangat dan pikiran ke depan? Hal ini penting dilakukan dan dijawab agar ada
pembacaan yang utuh. Dan dari semua itulah,
supaya ada akumulasi pengetahuan dari perjalanan sejarah yang berimbas
ke masa yang akan datang.
Matabaca adalah hasil kegelisan dan
keprihatinan terhadap kondisi bangsa untuk segera bangkit dari tidurnya. Salah
satunya melalui membudayakan membaca. Terutama di tingkatan bangkalan-Madura,
yang begitu minimnya fasilitas dan sarana yang memadai untuk membudayakan dan
menyadarkan baca di masyarakat.
Melalui dialog dan diskusi yang panjang
akhirnya, kita dapat mewujukan komunitas Sadar Baca yang diberi nama dengan
Matabaca di akhir bulan Maret. Namun ia
dihadapkan dengan dilema dan tangtangan, ditengah minimnya fasilitas dan materi
yang ada, kita hanya punya semangat yang membara dalam jiwa bahwa kita bisa
bangkit. Dilema yang dihadapi adalah perbedaan karakter setiap individu
pengurus serta perbedaan apa yang ingin dibaca oleh warga yang begitu beragam,
dirajut untuk menemukan dan mewujudkan ke-Matabacaan yang harus kita bangun.
Sebagai komunitas yang baru, Matabaca
adalah bayi yang baru bisa merangkak, ia butuh uluran tangan untuk bisa
berjalan. Matabaca adalah lukisan kosong yang membutuhkan image dan pikiran
untuk melukis wajah dan mengoreskan kanvas dari sudut awal kesudut lainya. Ia
adalah bentuk tanpa rupa dan rupanya adalah kita yang ada dalam tubuhnya. Maka
kita butuh konsensus pikiran, kesadaran serta tindakan yang menyatu dalam ruang
untuk duduk mewujudkan wajah yang tidak tampak dan merumuskan atau menemukan
“Matabaca kita”.
Namun dalam perjalanan waktu yang
sebenarnya membuat kita semakin dewasa dalam kebersamaan Matabaca,
dirusak—dinodai sedikit dami sedikit oleh ego diri dan ego modernitas
(pragmatisme dll), yang telah merusak kesepaktan bersama. Pada dampaknya terlindas dalam ruang kehampaan. Sebuah
struktur yang bagus wujudnya, tapi kering dan kosong, tanpa jiwa atau semangat.
Silaturrahmi, silatulfikri dan
silatulqalbi yang dirindukan bergerak dalam ruang wacana tanpa peduli pada
realitas sesungkuhnya. Perjuang dan pengorbanan yang tulus demi Matabaca untuk
warga dan non-warga yang dapat mengeluarkan Matabaca dari kerusakan. Dari
kebersamaan untuk mengabdi yang dilatar belakangi dengan berbagai kemampuan
yang bisa disumbangkan untuk mehadirkan Matabaca rahmatal lil Madura wa
alamin.
**********
Matabacaku bukan hanya milikku, ia juga
milikmu dan Matabacamu juga. Matabaca kita pelan-pelan kita bangun dengan
kesabaran yang penuh dengan impian-impian dan cita-cita dari aspirasi kultur
dan variasi yang membuat kita kaya. Bagaikan taman disurga dalam mimpi di alam
ide.
Kita boleh bermimpi akan pengalaman
spritual ke masa depan, karena lewat media itu kita bisa mewujudakan dengan
satu langkah pasti membentuk Matabaca.
Yang kita rindukan dan hendak
diwujudkan adalah “Jiwa” ke-Matabacaan untuk memberikan warna dalam makna
kehidupan yang lebih riel dalam pengertian adil dan beradab bagi semua
kalangan.
Matabaca kita merupakan hasil sebuah
perjuangan dengan kesabaran, hasil pengabdian yang tulus, hasil imajinasi
tentang masa depan dalam pemahaman bersama yang utuh dan tuntas. Kesadaran suka
rela untuk saling menerima perbedaan posisi dan peran demi memperkuat atau
memperkayaan khazanah memanusiakan manusia.
" Jangan
nodai Matabacaku karena ia juga Matabacamu.
Matabacaku ini,
aku tahu, Matabaca kita semua".
Tidak ada komentar:
Posting Komentar