Kamis, 03 November 2011

Kerendahan Hati



Menyimak kisah seorang sufi, Abu Yazid al-Bustami, seperti dikisahkan Faridudin Attar menuturkan sebagai berikut : suatu hari Abu Yazid menyusuri sebuah jalan dari rumahnya. Tiba-tiba dari arah berlawanan muncul seekor anjing yang berlari kencang ke arahnya. Anjing Sudah semakin dekat dengan cepat ia mengangkat jubahnya takut tersentuh oleh anjing dan najislah karenanya.

Melihat sikap sang sufi, si anjing berhenti. Karena kebersihan hatinya, Abu Yazid bisa mendengar apa yang dikatakan oleh si anjing : "tuan, seandainya tubuhku basah, engkau cukup membersihkannya denga air dan tanah tujuh kali. Selesailah urusan diantara kita. Jika tubuhku kering, maka tidak ada masalah meski kita bersenggolan. Namun jika tuan mengangkat baju karena merasa suci dan mulia, itu tidak akan membuat bersih meski tuan membersihkannya dengan air tujuh samudra".

Kata-kata si anjing membuat Abu Yazid seperti tertampar dan berdosa. Untuk menebus kesalahannya, ia berkata : " Engkau benar wahai mahluk Allah. Kamu memang kotor secara lahiriyah tapi aku kotor secara bataniyah. Agar kita berdua sama-sama bersih, bagaimana kalau kita berjalan bersama-sama?".

Si anjing menjawab " tuan tidak pantas menjadi patnerku dan berjalan bersama-sama denganku. Karena semua orang menolak kehadiranku, dan menyambut hangat kehadiran tuan. Orang-orang akan menyambutku dengan melempar batu, dan menyambut tuan sebagai raja yang mulia. Aku tidak pernah menyimpan sepotong tulangpun, sementara tuan memiliki sekarung gandum untuk makanan besok."

Anjing itupun pergi meninggalkan Abu Yazid yang sedang menangis "jika aku tidak pantas berjalan dan bersahabat dengan se ekor anjing, bagaimana aku dapat berjalan bersamaMU yang Abadi dan Kekal ya Allah".

Di lain waktu ketika sedang berjalan bersama para muridnya, Abu Yazid kembali bertemu seekor anjing yang lain. Si Anjing berjalan cepat menuju kearahnya. Segera ia minggir dan memerintahkan pada murid-muridnya untuk memberi jalan pada anjing agar bisa lewat.

Setelah si anjing lewat dan jauh, seorang muridnya protes "Tuhan memuliyakan manusia di atas semua mahlukNya. Tuan sendiri adalah raja para sufi yang sangat dimulyakan dan bermartabat. Bagaimana mungkin tuan bersikap seperti itu terhadap seekor anjing yang najis?".

Dengan sabar dan bijak Abu Yazid menjawab "Muridku, belum lama ini seekor anjing berkata padaku, apakah dosaku dan apa pahalamu pada awal kejadian dulu sehingga aku berpakaian kulit anjing dan tuan berpakaian kulit manusia?" Kata-kata itu lah yang terlintas dalam pikiranku tadi, sehingga aku memberi jalan pada anjing itu untuk lewat."

Kisah Abu Yazid al-Bustomi dan seekor anjing di atas menyadarkan kita bahwa jarak dan sekat  yang kita buat dalam berhubungan dengan kelompok lain muncul karena kita terlalu melihat dari gambaran luarnya dari sudut pandang formalisme dan simbol-simbol fisik verbal semata. Merasa diri paling benar dan suci adalah cermin bahwa hati ini tidak bersih, tidak ihlas dalam menjalani kehidupan.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar