Menyimak
kisah seorang sufi, Abu Yazid al-Bustami, seperti dikisahkan Faridudin Attar
menuturkan sebagai berikut : suatu hari Abu Yazid menyusuri sebuah jalan dari
rumahnya. Tiba-tiba dari arah berlawanan muncul seekor anjing yang berlari
kencang ke arahnya. Anjing Sudah semakin dekat dengan cepat ia mengangkat
jubahnya takut tersentuh oleh anjing dan najislah karenanya.
Melihat
sikap sang sufi, si anjing berhenti. Karena kebersihan hatinya, Abu Yazid bisa
mendengar apa yang dikatakan oleh si anjing : "tuan, seandainya tubuhku
basah, engkau cukup membersihkannya denga air dan tanah tujuh kali. Selesailah
urusan diantara kita. Jika tubuhku kering, maka tidak ada masalah meski kita
bersenggolan. Namun jika tuan mengangkat baju karena merasa suci dan mulia, itu
tidak akan membuat bersih meski tuan membersihkannya dengan air tujuh
samudra".
Kata-kata
si anjing membuat Abu Yazid seperti tertampar dan berdosa. Untuk menebus
kesalahannya, ia berkata : " Engkau benar wahai mahluk Allah. Kamu memang
kotor secara lahiriyah tapi aku kotor secara bataniyah. Agar kita berdua
sama-sama bersih, bagaimana kalau kita berjalan bersama-sama?".
Si
anjing menjawab " tuan tidak pantas menjadi patnerku dan berjalan
bersama-sama denganku. Karena semua orang menolak kehadiranku, dan menyambut
hangat kehadiran tuan. Orang-orang akan menyambutku dengan melempar batu, dan
menyambut tuan sebagai raja yang mulia. Aku tidak pernah menyimpan sepotong
tulangpun, sementara tuan memiliki sekarung gandum untuk makanan besok."
Anjing
itupun pergi meninggalkan Abu Yazid yang sedang menangis "jika aku tidak
pantas berjalan dan bersahabat dengan se ekor anjing, bagaimana aku dapat
berjalan bersamaMU yang Abadi dan Kekal ya Allah".
Di lain
waktu ketika sedang berjalan bersama para muridnya, Abu Yazid kembali bertemu
seekor anjing yang lain. Si Anjing berjalan cepat menuju kearahnya. Segera ia
minggir dan memerintahkan pada murid-muridnya untuk memberi jalan pada anjing
agar bisa lewat.
Setelah
si anjing lewat dan jauh, seorang muridnya protes "Tuhan memuliyakan
manusia di atas semua mahlukNya. Tuan sendiri adalah raja para sufi yang sangat
dimulyakan dan bermartabat. Bagaimana mungkin tuan bersikap seperti itu
terhadap seekor anjing yang najis?".
Dengan
sabar dan bijak Abu Yazid menjawab "Muridku, belum lama ini seekor anjing
berkata padaku, apakah dosaku dan apa pahalamu pada awal kejadian dulu sehingga
aku berpakaian kulit anjing dan tuan berpakaian kulit manusia?" Kata-kata
itu lah yang terlintas dalam pikiranku tadi, sehingga aku memberi jalan pada
anjing itu untuk lewat."
Kisah
Abu Yazid al-Bustomi dan seekor anjing di atas menyadarkan kita bahwa jarak dan
sekat yang kita buat dalam berhubungan
dengan kelompok lain muncul karena kita terlalu melihat dari gambaran luarnya
dari sudut pandang formalisme dan simbol-simbol fisik verbal semata. Merasa
diri paling benar dan suci adalah cermin bahwa hati ini tidak bersih, tidak
ihlas dalam menjalani kehidupan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar